1. Konsepsi Ilmu Budaya Dasar dalam Kesustraan
A. Pengertian sastra
Secara etimologis kata sastra berasal dari bahasa
sansekerta, dibentuk dari akar kata sas- yang berarti mengarahkan, mengajar dan
memberi petunjuk. Akhiran –tra yang berarti alat untuk mengajar, buku
petunjuk..Secara harfiah kata sastra berarti huruf, tulisan atau karangan. Kata
sastra ini kemudian diberi imbuhan su- (dari bahasa Jawa) yang berarti baik
atau indah, yakni baik isinya dan indah bahasanya. Selanjutnya, kata susastra
diberi imbuhan gabungan ke-an sehingga menjadi kesusastraan yang berarti nilai
hal atau tentang buku-buku yang baik isinya dan indah bahasanya.Selain
pengertian istilah atau kata sastra di atas, dapat juga dikemukakan batasan /
defenisi dalam berbagai konteks pernyataan yang berbeda satu sama lain. Kenyataan
ini mengisyaratkan bahwa sastra itu bukan hanya sekedar istilah yang menyebut
fenomena yang sederhana dan gampang. Sastra merupakan istilah yang mempunyai
arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Kita dapat berbicara
secara umum, misalnya berdasarkan aktivitas manusia yang tanpa mempertimbangkan
budaya suku maupun bangsa. Sastra dipandang sebagai suatu yang dihasilkan dan
dinikmati. Orang-orang tertentu di masyarakat dapat menghasilkan sastra. Sedang
orang lain dalam jumlah yang besar menikmati sastra itu dengan cara mendengar
atau membacanya.Batasan sastra menurut PLATO, adalah hasil peniruan atau
gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan
peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena
itu, nilai sastra semakin rendah dan jauhdari dunia ide.ARISTOTELES murid PLATO
memberi batasan sastra sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan
dan filsafat. Menurut kaum formalisme Rusia, sastra adalah sebagai gubahan
bahasayang bermaterikan kata-kata dan bersumber dari imajinasi atau emosi
pengarang. Rene Welleck dan Austin Warren, memberi defenisi bahasa dalam tiga
hal :
1. Segala sesuatu yang tertulis
2. Segala sesuatu yang tertulis dan yang menjadi buku
terkenal, baik dari segi isi maupun bentuk kesusastraannya
3. Sebagai karya seni yang imajinatif dengan unsur
estetisnya dominan dan bermediumkan bahasa.
B. Pengertian Seni
Dalam bahasa Sanskerta, kata seni disebut cilpa. Sebagai
kata sifat, cilpa berarti berwarna, dan kata jadiannya su-cilpa berarti
dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indah atau dihiasi dengan indah. Sebagai
kata benda ia berarti pewarnaan, yang kemudian berkembang menjadi segala macam
kekriaan yang artistik. Cilpacastra yang banyak disebut-sebut dalam pelajaran
sejarah kesenian, adalah buku atau pedoman bagi para cilpin, yaitu tukang,
termasuk di dalamnya apa yang sekarang disebut seniman. Memang dahulu belum ada
pembedaan antara seniman dan tukang. Pemahaman seni adalah yang merupakan
ekspresi pribadi belum ada dan seni adalah ekspresi keindahan masyarakat yang
bersifat kolektif. Yang demikian itu ternyata tidak hanya terdapat di India dan
Indonesia saja, juga terdapat di Barat pada masa lampau.
Dalam bahasa Latin pada abad pertengahan, ada terdapat
istilah-istilah ars, artes, dan artista. Ars adalah teknik atau craftsmanship,
yaitu ketangkasan dan kemahiran dalam mengerjakan sesuatu; adapun artes berarti
kelompok orang-orang yang memiliki ketangkasan atau kemahiran; dan artista
adalah anggota yang ada di dalam kelompok-kelompok itu. Maka kiranya artista
dapat dipersamakan dengan cilpa.
Ars inilah yang kemudian berkembang menjadi l’arte (Italia),
l’art (Perancis), elarte (Spanyol), dan art (Inggris), dan bersamaan dengan itu
isinyapun berkembangan sedikit demi sedikit kearah pengertiannya yang sekarang.
Tetapi di Eropa ada juga istilah-istilah yang lain, orang Jerman menyebut seni
dengan die Kunst dan orang Belanda dengan Kunst, yang berasal dari akar kata
yang lain walaupun dengan pengertian yang sama. (Bahasa Jerman juga mengenal
istilah die Art, yang berarti cara, jalan, atau modus, yang juga dapat
dikembalikan kepada asal mula pengertian dan kegiatan seni, namun demikian die
Kunst-lah yang diangkat untuk istilah kegiatan itu).
Dari dulu sampai sekarang karya sastra tidak pernah pudar
dan mati. Dalam kenyataan karya sastra dapat dipakai untuk mengembangkan
wawasan berpikir bangsa. Karya sastra dapat memberikan pencerahan pada
masyarakat modern. ketangguhan yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan. Di
satu pihak, melalui karya sastra, masyarakat dapat menyadari masalah-masalah
penting dalam diri mereka dan menyadari bahwa merekalah yang bertanggung jawab
terhadap perubahan diri mereka sendiri.
Sastra dapat memperhalus jiwa dan memberikan motivasi kepada
masyarakat untuk berpikir dan berbuat demi pengembangan dirinya dan masyarakat
serta mendorong munculnya kepedulian, keterbukaan, dan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan. Sastra mendorong orang untuk menerapkan moral yang baik dan
luhur dalam kehidupan dan menyadarkan manusia akan tugas dan kewajibannya
sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan memiliki kepribadian yang luhur.
Selain melestarikan nilai-nilai peradaban bangsa juga
mendorong penciptaan masyarakat modern yang beradab (masyarakat madani) dan
memanusiakan manusia dan dapat memperkenalkan nilai-nilai kemanusiaan yang
universal, melatih kecerdasan emosional, dan mempertajam penalaran seseorang.
Sastra tidak hanya melembutkan hati tapi juga menumbuhkan
rasa cinta kasih kita kepada sesama dan kepada sang pencipta. Dengan sastra
manusia dapat mengungkapkan perasaan terhadap sesuatu jauh lebih indah dan
mempesona.
C. Hubungan Antara Sastra, Seni Dengan Ilmu Budaya Dasar
Masalah sastra dan seni sangat erat hubungannya dengan ilmu
budaya dasar, karena materi – materi yang diulas oleh ilmu budaya dasar ada
yang berkaitan dengan sastra dan seni.Budaya Indonesia sanagat menunjukkan
adanya sastra dan seni didalamnya.
Latar belakang IBD dalam konteks budaya, negara dan
masyarakat Indonesia berkaitan dengan masalah sebagai berikut :
1. kenyataan bahwa bangsa indonesia berdiri atas suku bangsa
dengan segala keanekaragaman budaya yg tercemin dalam berbagai aspek kebudayaannya,
yg biasanya tidak lepas dari ikatan2 primordial, kesukaan, dan kedaerahan .
2. Proses pembangunan yg sedang berlangsung dan terus
menerus menimbulkan dampak positif dan negatif berupa terjadinya perubahan dan
pergeseran sistem nilai budaya sehingga dengan sendirinya mental manusiapun
terkena pengaruhnya .
3. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan
perubahan kondisi kehidupan mausia, menimbulkan konflik dengan tata nilai
budayanya, sehingga manusia bingung sendiri terhadap kemajuan yg telah diciptakannya
.
2. Manusia dan Kebudayaan
Hubungan Manusia dengan Kebudayaan
Secara
sederhana hubungan antara manusia dengan kebudayaan ketika manusia sebagai
perilaku kebudayaan,dan kebudayaan tersebut merupakan objek yang dilaksanakan
sehari-hari oleh manusia
Di dunia
sosiologi manusia dengan kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal, maksud- nya
walaupun keduanya berbeda tetapi merupakan satu kesatuan yang butuh,ketika
manusia menciptakan kebudayaan,dan kebudayaan itu tercipta oleh manusia.
Contoh-Contoh Hubungan Antara Manusia dengan Kebudayaan :
1. Kebudayaan-kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan
Contoh:
Adat-istiadat melamar di Lampung dan Minangkabau. Di Minangkabau biasa
nya pihak
permpuan yang melamar sedangkan di Lampung, pihak laki-laki yang
melamar.
2. Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda ( urban dan
rural ways of life)
Contoh: Perbedaan
anak yang dibesarkan di kota dengan seorang anak yang di besar
kan di desa. Anak
kota bersikap lebih terbuka dan berani untuk menonjolkan diri
di antara
teman-temannya sedangkan seorang anak desa lebih mempunyai sikap
percaya pada diri
sendiri dan sikap menilai ( sense of value ).
3. Kebudayaan-kebudayaan khusus kelas sosial
Di masyarakat dapat
dijumpai lapisan sosial yang kita kenal, ada lapisan sosial tinggi,
rendah dan
menengah.
4. Kebudayaan khusus atas dasar agama
Adanya berbagai
masalah di dalam satu agama pun melahirkan kepribadian yang
berbeda-beda di
kalangan umatnya.
5. Kebudayaan berdasarkan profesi
Misalnya:
kepribadian seorang dokter berbeda dengan kepribadian seorang pengacara
dan itu semua
berpengaruh pada suasana kekeluargaan dan cara mereka bergaul.
Wujud Kebudayaan
Wujud kebudayaan dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu:
1. Wujud Gagasan
Budaya dalam wujud
gagasan/ide ini bersifat abstrak dan tempatnya ada dalam alam
pikiran tiap warga
pendukung budaya yang bersangkutan sehingga tidak dapat diraba
atau difoto.
Sistem gagasan yang telah dipelajari oleh setiap warga pendukung budaya
sejak dini sangat
menentukan sifat dan cara berpikir serta tingkah laku warga pendu-
kung budaya
tersebut. Gagasan-gagasan inilah yang akhirnya menghasilkan berbagai
berbagai hasil
karya manusia berdasarkan sistem nilai, cara berfikir dan pola tingkah
laku. Wujud budaya
dalam bentuk sistem gagasan ini biasa juga disebut sistem nilai
budaya.
2. Wujud Perilaku (Aktivitas)
Budaya dalam wujud
perilaku berpola menurut ide/gagasan yang ada. Wujud perilaku
ini bersifat
konkrit dapat dilihat dan didokumentasikan (difoto dan difilm).
Contoh: Petani
sedang bekerja di sawah, orang sedang menari dengan lemah gemulai,
orang sedang
berbicara dan lain-lain. Masing-masing aktivitas tersebut berada dalam
satu sistem
tindakan dan tingkah laku.
3. Wujud Benda Hasil Budaya
Semua benda hasil
karya manusia tersebut bersifat konkrit, dapat diraba dan difoto.
Kebudayaan dalam
wujud konkrit ini disebut kebudayaan fisik.
Contoh: bangunan
bangunan megah seperti piramida, tembok cina, menhir, alat rumah
tangga seperti
kapak
Orientasi Nilai Budaya
Kluckhohn
dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai budaya merupakan sebuah konsep
beruanglingkup luas yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga suatu
masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup. Rangkaian konsep itu
satu sama lain saling berkaitan dan merupakan sebuah sistem nilai – nilai
budaya.
Secara
fungsional sistem nilai ini mendorong individu untuk berperilaku seperti apa
yang ditentukan. Mereka percaya, bahwa hanya dengan berperilaku seperti itu
mereka akan berhasil (Kahl, dalam Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman
yang melekat erat secara emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang,
malah merupakan tujuan hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah
sistem nilai manusia tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai
tersebut merupakan wujud ideal dari lingkungan sosialnya. Dapat pula dikatakan
bahwa sistem nilai budaya suatu masyarakat merupakan wujud konsepsional dari
kebudayaan mereka, yang seolah – olah berada diluar dan di atas para individu
warga masyarakat itu.
Ada lima
masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan
secara universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok
tersebut adalah: (1) masalah hakekat hidup, (2) hakekat kerja atau karya
manusia, (3) hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4) hakekat
hubungan manusia dengan alam sekitar, dan (5) hakekat dari hubungan manusia
dengan manusia sesamanya.
Studi Kasus
Pertunjukan gabungan gerak tari, teater dan musik
dipersembahkan kelompok Marga Sari pimpinan Shin Nakagawa yang mengambil cerita
dongeng "Momotaro" di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta Pusat, Sabtu
(23/8). Kelompok yang memadukan seni tradisi Jawa dan Jepang juga akan bermain
di Yogyakarta dan Surabaya.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang sangat luas memiliki
beragam warisan budaya di berbagai wilayah dan memiliki ciri khasnya
masing-masing. Demikian banyaknya peninggalan berharga dari nenek moyang Bangsa
Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain itu kadang membuat warisan budaya itu
terabaikan dan bahkan nyaris punah ditelah derap langkah zaman yang semakin
modern. Di Kota Budaya, Solo, Jawa Tengah, kini muncul sebuah gerakan baru yang
dipelopori sejumlah orang yang peduli akan pelestarian warisan budaya Indonesia
khususnya Batik, Keris, Wayang, dan Gamelan. Berkaitan dengan sebuah konferensi
internasional yang digelar oleh Organisasi Kota-kota Warisan Dunia kawasan
Eropa-Asia (Organization of World Heritage Cities-OWHC) di Solo pada 27-28
Oktober, sekelompok kecil orang-orang yang peduli akan pelestarian dan
penjagaan warisan budaya itu menggelar ekspo dan workshop warisan budaya berupa
batik, keris, wayang, dan gamelan.
Acara ini
berlangsung mulai 28-31 Oktober di Halaman Pura Mangkunegaran, Solo. Slamet
Raharjo, manajer ekspo, mengatakan workshop menekankan pada pentingnya
pengetahuan masyarakat terhadap batik, gamelan, keris, wayang, yang merupakan
peninggalan atau warisan budaya berbentuk. "Lebih jauh lagi adalah
pemahaman filosofi dan simbol-simbol yang ada di dalam benda warisan budaya
itu," katanya.
Selama ekspo dan workshop berlangsung
pengunjung mendapat kesempatan untuk belajar dan melihat langsung proses
pembuatan batik, keris,wayang, dan gamelan. Uniknya di setiap gerai yang
memperlihatkan pembuatan benda-benda pusaka itu, para pembuatnya mengenakan
busana tradisional. Di gerai workshop batik misalnya, para pembatik mengenakan
busana setelan kebaya, duduk di dingklik kecil (kursi kayu yang pendek) sambil
memainkan canthing di tangan kanan dan membubuhkannya di atas hamparan kain
putih.
Sementara itu di area worskop keris,
beberapa orang tua mengenakan udheng (ikat kepala) warna putih, sedangkan
pinggangnya dililit kain putih dan sorban melintang di pundaknya. Sekilas
penampilannya ibarat seorang Empu pembuat keris. Di dalam gerai yang ada di
sisi Barat halaman Mangkunegaran itu, para pembuat keris mendemonstrasikan
bagaimana proses keris dibuat dan diukir. dua orang pembuat keris itu berbagi
tugas antara memanaskan api dan membakar bahan keris, hingga membentuknya dna
menorehkan ukiran di atas besi panas itu.
Salah satu
pakar keris Indonesia, Haryono Haryoguritno mengatakan hingga kini keris masih
menjadi bagian dari kehidupan amsyarakat modern karena fungsinya sebagai
pelengkap busana adat Jawa. Upacara ritual di lingkungan keraton, hajatan
pernikahan, bahkan upacara besar di lingkungan pemerintah, keris menjadi sarana
untuk menagskan identitas.
Keris juga
memberi inspirasi karya warisan budaya lainnya, yakni batik. Dalam visual ragam
batik terdapat motif keris yang telah distilasi seperti jenis motif parang,
modang, udan liris, dan lain sebagainya. Dalam dunia kesenian keris juga
menjadi kelengkapan busana sekaligus senjata perang, sepeti dalam kesenian
wayang orang, wayang kulit, kethoprak, dan seni tari.
"Bahkan dalam tokoh pewayangan, keris menjadi pandel
atau kekuatan mengalahkan musuh," katanya.
Gamelan
Dari sejumlah gerai yang mendemonstrasikan pembuatan benda-benda warisan
budaya itu, salah satu gerai yang tak pernah sepi pengunjung adalah tempat
pembuatan gamelan. Hampir setiap siang hingga malam hari gerai yang letaknya
bersebelahan dengan tempat pembuatan keris ini selalu ramai.
Mulai dari
anak-anak, remaja, hingga orang tua melihat dengan antusias bagaimana
logam-logam yang berupa lempenegan dibuat menjadi gamelan. Tak jarang pula
wisatawan asing dan domestik yang menyaksikan acara itu mengambil gambar proses
pembuatannya.
Guru Besar sejarah Karawitan Institut Seni Indonesia (ISI)
Solo, Prof. Dr. Rustopo, S. Kar., M.S mengatakan gamelan merupakan salah satu
unsur musikal pokok dalam seni karawitan. Masyarakat etnomusikologis dan
praktisi seni karawitan di Barat menggunakan istilah gamelans elain tuntuk
menyebut alat musik, juga untuk menunjuk budaya, pengetahuan, dan praktik karawitan.
"Jadi, gamelan dan karawitan itu ibarat dua sisi mata
uang, berbeda tetapi substansinya sama," ujar pria kelahiran Brebes, Jawa
Tengah, 30 Nopember 1952 ini.
Terkait pembuatan gamelan, Rustopo dalam tulisannya untuk panduan ekspo
menjelaskan bahwa instrumen-instrumen gamelan seperti gong, bonang, saron,
dibuat dari bahan logam. Teknologi pembuatan instrumen gamelan itu tampaknya diwariskan secara turun
temurun hingga saat ini, yakni dengan membakar dan menempa.
Teknologi
tersebut memang seolah tertinggal jauh dari zaman yang semakin modern ini,
namun menurut Rustopo cara yang tradisional itu terbukti mampu menghasilkan
kualitas produk yang belum tertandingi sampai sekarang.
Proses pembuatan gamelan diawali dengan menyampur dua bahan,
yakni 10 bagian timah dan tiga bagian tembaga dalam keadaan cair atau panas
kemudian dimasukkan cetakan awal yang disebut kowi. Setelah membeku, bahan dengan bentuk awal itu dipanaskan dan ditempa tahap demi tahap.
Setiap penempaan, bahan itu selalu dalam keadaan panas membara. Menurut Rustopo untuk pembuatan
instrumen kecil cukup ditangani dua orang, sedangkan untuk instrumen gong yang
berdiameter 90cm ditangani sedikitnya oleh empat orang.
Sekarang ini dengan adanya bantuan peralatan modern seperti
"blower" atau penghembus angin, pembuatan sebuah instrumen gong dapat
diselesaikan dalam waktu satu hati atau sekitar 8-9 jam kerja. Di Solo, pusat
pembuatan gamelan ini terutama ada di Kecamatan Majalaban dan Kota Surakarta. Walikota Surakarta, Joko Widodo dalam
sebuah kesempatan disela-sela pelaksaaan konferensi internasional OWHC
Asia-Eropa pernah mengungkapkan worksop dan ekspo semacam ini perlu untuk
digalakkan di tengah kehidupan masyarakat yang semakin modern. Bukan untuk
menoleh kembali ke belakang, namun warisan budaya asli Indonesia ini harus
terus dijaga dan dilestarikan keberadaannya.
"Harapannya adanya kegiatan semacam ini menjadi
momentum tumbuhnya kesadaran kita semua terhadap pentingnya warisan budaya bagi
peradaban manusia," demikian ujar Jokowi, panggilan akrab sang walikota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar